Kamis, 07 November 2019

SOSIALISASI


Pengertian Sosialisasi
  • Sosialisasi adalah proses yang menjelaskan melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
  • Sosialisasi merupakan suatu proses pembelajaran yang dialami oleh individu maupun kelompok masyarakat yang dapat mengarahkan kepada suatu kebudayaan di dalamnya.
  •  Proses sosialisasi berlangsung sepanjang hayat manusia.
  • Proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
  •  Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory) karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Tahap Sosialisasi menurut Mead:
1.    Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal lingkungan sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contohnya kata “mamah” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mah”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lamakelamaan anak memahami secara tepat makna kata mamah tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.    Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan secara bertahap anak semakin sempurna dalam menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam diri anak mulai terbentuk kesadaran tentang nama sendiri dan nama orang tuanya, kakaknya, dan teman di lingkungan sekitarnya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain yang biasa disebut empati juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other) bagi kehidupan dirinya.
3.    Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Proses peniruan yang dilakukan pada tahap kedua sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama dan melakukan proses sosialisasi. Anak mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Anak sudah mampu memahami peraturan-peraturan yang dibuat untuk mencapai keteraturan sistem dalam interaksi dengan teman sebaya melalui permainan. Pada tahap ini, lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya dan perlu ia patuhi agar keberadaannya diakui oleh lingkungannya.
4.    Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Ia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat luas. Ia mulai menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Pada tahap ini, seseorang sudah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya serta sudah memahami tata aturan dan normanorma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
a.      Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
b.      Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
c.       Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Bentuk Sosialisasi (Primer dan Sekunder):
1.   Sosialisasi primer
merupakan jenis atau proses sosialisasi yang paling awal akan dialami oleh setiap individu sebelum masuk dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena sosialisasi primer terjadi di dalam lingkungan keluarga di mana proses interaksi yang berlangsung dilakukan oleh agen-agen atau para anggota sosialisasi keluarga. Melalui lingkungan keluarga setiap individu akan bersosialisasi dengan individu yang lainnya, sosialisasi ini dapat dimulai melalui adanya sikap saling menghormati, jujur, toleransi, tolong-menolong, hingga adanya rasa kasih sayang. Dalam sosialisasi primer, setiap individu sedang dalam masa atau tahapan sosialisasi yang disebut sebagai preparatory stage atau juga bisa disebut sebagai tahap persiapan. 
Contoh Sosialisasi Primer:
a.      Interaksi antar anggota keluarga
Didalam lingkungan keluarga pasti terjadi interaksi-interaksi sosial pertama yang dialami oleh setiap individu, walaupun setiap individu baru lahir dan belum bisa berbicara tetapi ketika orang tua mencoba berbicara dengan anaknya yang baru lahir maka sudah termasuk kedalam interaksi sosial. Bukan hanya orang tua saja, tetapi setiap anggota keluarga yang mencoba berbicara dengan anak yang baru lahir sekalipun sudah menandakan terjadinya sosialisasi primer.
b.      Orang tua mengajari berbicara dan bersikap
Ketika orang tua mengajarkan anaknya untuk mulai berbicara juga termasuk kedalam contoh sosialisasi primer. Selain itu segala sikap dan perilaku orang tua biasanya sedikit banyak juga akan di contoh oleh anak, sehingga kepribadian dan pola perilaku individu akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kebiasaan dalam keluarga.
c.       Orang tua mendidik anaknya
Sudah menjadi kewajiban setiap orang tua untuk dapat mendidik anaknya dengan baik, sehingga orang tua memiliki peran penting dalam penanaman nilai-nilai kehidupan dalam keluarga. Oleh sebab itulah, kepribadian setiap individu sangat bergantung kepada latar belakang keluarga masing-masing.

2.    Sosialisasi sekunder
sosialisasi sekunder merupakan suatu proses kelanjutan dari berlangsungnya sosialisasi primer. Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi yang berlangsung di luar lingkungan keluarga, dapat berlangsung pada lingkungan sekolah, lingkungan sepermainan, maupun lingkungan masyarakat secara luas. Dalam proses sosialisasi ini, setiap individu akan mulai belajar lebih banyak aspek-aspek kehidupan serta peran-peran sosial yang ada dalam masyarakat. Selain itu, setiap individu juga diharapkan dapat mengerti peran diri sendiri dan juga peran setiap individu di sekitarnya. Tidak hanya sosialisasi primer yang berpengaruh pada kepribadian individu, tetapi sosialisasi sekunder juga dapat mempengaruhi kepribadian setiap individu. Di mana setiap individu dapat menerima maupun menolak proses sosialisasi yang dialaminya sesuai dengan bagaimana kepribadian dasar yang dimiliki nya. Terdapat beberapa tahapan sosialisasi sekunder, seperti play stage, game stage, dan juga generalized stage.
Contoh Sosialisasi Sekunder;
a.      Sosialisasi dengan teman sepermainan
Di dalam sosialisasi ini, setiap individu akan melakukan interaksi dengan teman-teman sebaya didalam satu lingkungan. Selain itu, melalui sosialisasi dalam lingkungan sepermainan, setiap individu dapat memulai mempelajari berbagai macam aturan dalam sebuah kelompok.
Setiap individu juga dapat mempelajari nilai-nilai keadilan, walaupun masih cenderung bersifat egosentri dan masih belum bisa memberikan penilaian terhadap pendirian orang lain. Melalui sosialisasi dengan teman sepermainan pula, baik buruknya tindakan atau perbuatan yang dilakukan setiap individu biasanya juga akan terpengaruh oleh teman. Oleh sebab itulah, setiap individu haru pandai dalam memiliki seorang teman, terutama saat dewasa.
b.      Sosialisasi dengan lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah merupakan contoh kecil dari lingkungan masyarakat, dimana didalam lingkungan sekolah setiap individu dapat bertemu dengan berbagai macam individu lainnya dengan latar belakang yang berbeda-beda. Melalui sosialisasi dengan lingkungan sekolah, seorang individu dapat belajar untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku, serta juga dapat mendapatkan berbagai macam pengetahuan mengenai aspek-aspek kehidupan. Kepribadian individu juga dapat dipengaruhi oleh adanya sosialisasi dengan lingkungan sekolah.

Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
a.        Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayahibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
b.        Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
c.         Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
d.        Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabarmajalahtabloid), media elektronik (radiotelevisivideofilm). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
  • Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
  • Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
  • Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
e.         Agen-agen lain
Selain keluargasekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar