Pengertian Sosialisasi
- Sosialisasi adalah proses yang menjelaskan melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
- Sosialisasi merupakan suatu proses pembelajaran yang dialami oleh individu maupun kelompok masyarakat yang dapat mengarahkan kepada suatu kebudayaan di dalamnya.
- Proses sosialisasi berlangsung sepanjang hayat manusia.
- Proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
- Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory) karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Tahap Sosialisasi menurut Mead:
1.
Tahap
Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat
seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal lingkungan sosialnya, termasuk
untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contohnya kata “mamah” yang
diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mah”. Makna kata
tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lamakelamaan anak memahami secara
tepat makna kata mamah tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.
Tahap
Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan secara bertahap anak
semakin sempurna dalam menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
Dalam diri anak mulai terbentuk kesadaran tentang nama sendiri dan nama orang
tuanya, kakaknya, dan teman di lingkungan sekitarnya. Anak mulai menyadari
tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari
anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
yang biasa disebut empati juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa
dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
bagi kehidupan dirinya.
3.
Tahap
Siap Bertindak (Game Stage)
Proses peniruan yang dilakukan pada tahap kedua
sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang
lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara
bersama-sama dan melakukan proses sosialisasi. Anak mulai menyadari adanya
tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Anak
sudah mampu memahami peraturan-peraturan yang dibuat untuk mencapai keteraturan
sistem dalam interaksi dengan teman sebaya melalui permainan. Pada tahap ini,
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu
mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan
yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan
dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya dan perlu ia patuhi agar keberadaannya diakui oleh lingkungannya.
4.
Tahap
Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Ia
sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Ia dapat
bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya,
tetapi juga dengan masyarakat luas. Ia mulai menyadari pentingnya peraturan,
kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap.
Pada tahap ini, seseorang sudah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya
serta sudah memahami tata aturan dan normanorma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat.
Menurut
Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan
interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept)
seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang
kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahapan sebagai berikut.
a.
Kita
membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai
anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi
di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
b.
Kita
membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah
anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia
merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan
ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu
benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan
orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau
sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat
dari dia.
c.
Bagaimana
perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang
anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Bentuk Sosialisasi (Primer dan Sekunder):
1. Sosialisasi primer
merupakan jenis atau proses sosialisasi yang paling
awal akan dialami oleh setiap individu sebelum masuk dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena sosialisasi primer terjadi di
dalam lingkungan keluarga di mana proses interaksi yang berlangsung dilakukan
oleh agen-agen atau para anggota sosialisasi keluarga. Melalui lingkungan
keluarga setiap individu akan bersosialisasi dengan individu yang lainnya,
sosialisasi ini dapat dimulai melalui adanya sikap saling menghormati, jujur,
toleransi, tolong-menolong, hingga adanya rasa kasih sayang. Dalam sosialisasi
primer, setiap individu sedang dalam masa atau tahapan sosialisasi yang disebut
sebagai preparatory stage atau juga bisa disebut sebagai tahap
persiapan.
Contoh Sosialisasi Primer:
a.
Interaksi antar anggota keluarga
Didalam lingkungan
keluarga pasti terjadi interaksi-interaksi sosial pertama yang dialami oleh
setiap individu, walaupun setiap individu baru lahir dan belum bisa berbicara
tetapi ketika orang tua mencoba berbicara dengan anaknya yang baru lahir maka
sudah termasuk kedalam interaksi sosial. Bukan hanya orang tua saja, tetapi
setiap anggota keluarga yang mencoba berbicara dengan anak yang baru lahir
sekalipun sudah menandakan terjadinya sosialisasi primer.
b.
Orang tua mengajari berbicara dan bersikap
Ketika orang tua
mengajarkan anaknya untuk mulai berbicara juga termasuk kedalam contoh
sosialisasi primer. Selain itu segala sikap dan perilaku orang tua biasanya
sedikit banyak juga akan di contoh oleh anak, sehingga kepribadian dan pola
perilaku individu akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kebiasaan dalam
keluarga.
c.
Orang tua mendidik anaknya
Sudah menjadi
kewajiban setiap orang tua untuk dapat mendidik anaknya dengan baik, sehingga
orang tua memiliki peran penting dalam penanaman nilai-nilai kehidupan dalam
keluarga. Oleh sebab itulah, kepribadian setiap individu sangat bergantung
kepada latar belakang keluarga masing-masing.
2.
Sosialisasi sekunder
sosialisasi sekunder
merupakan suatu proses kelanjutan dari berlangsungnya sosialisasi primer.
Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi yang berlangsung di luar
lingkungan keluarga, dapat berlangsung pada lingkungan sekolah, lingkungan
sepermainan, maupun lingkungan masyarakat secara luas. Dalam proses sosialisasi
ini, setiap individu akan mulai belajar lebih banyak aspek-aspek kehidupan
serta peran-peran sosial yang ada dalam masyarakat. Selain itu, setiap individu
juga diharapkan dapat mengerti peran diri sendiri dan juga peran setiap
individu di sekitarnya. Tidak hanya sosialisasi primer yang berpengaruh pada
kepribadian individu, tetapi sosialisasi sekunder juga dapat mempengaruhi
kepribadian setiap individu. Di mana setiap individu dapat menerima maupun
menolak proses sosialisasi yang dialaminya sesuai dengan bagaimana kepribadian
dasar yang dimiliki nya. Terdapat beberapa tahapan sosialisasi sekunder,
seperti play stage, game stage, dan juga generalized stage.
Contoh Sosialisasi Sekunder;
a.
Sosialisasi dengan teman sepermainan
Di dalam sosialisasi
ini, setiap individu akan melakukan interaksi dengan teman-teman sebaya didalam
satu lingkungan. Selain itu, melalui sosialisasi dalam lingkungan sepermainan,
setiap individu dapat memulai mempelajari berbagai macam aturan dalam sebuah
kelompok.
Setiap individu juga
dapat mempelajari nilai-nilai keadilan, walaupun masih cenderung bersifat
egosentri dan masih belum bisa memberikan penilaian terhadap pendirian orang
lain. Melalui sosialisasi dengan teman sepermainan pula, baik buruknya tindakan
atau perbuatan yang dilakukan setiap individu biasanya juga akan terpengaruh
oleh teman. Oleh sebab itulah, setiap individu haru pandai dalam memiliki
seorang teman, terutama saat dewasa.
b.
Sosialisasi dengan lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah merupakan contoh kecil dari
lingkungan masyarakat, dimana didalam lingkungan sekolah setiap individu dapat
bertemu dengan berbagai macam individu lainnya dengan latar belakang yang
berbeda-beda. Melalui sosialisasi dengan lingkungan sekolah, seorang individu
dapat belajar untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku, serta juga dapat
mendapatkan berbagai macam pengetahuan mengenai aspek-aspek kehidupan.
Kepribadian individu juga dapat dipengaruhi oleh adanya sosialisasi dengan
lingkungan sekolah.
Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama,
yaitu keluarga, kelompok
bermain, media massa,
dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi
berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan
untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang
(narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya
atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila
pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan
atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat,
sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena
dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
a.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear
family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang
belum menikah dan tinggal
secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut
sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya
menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota
keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya,
sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada di luar anggota kerabat
biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan
anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem
keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam
ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
b.
Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain)
pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada
awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif,
namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga.
Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain
lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang
individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga
yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan
peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari
pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab
itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan
orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
c.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga
pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain
yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar
tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
d.
Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah
media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada
kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
- Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
- Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
- Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
e.
Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain
dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi
agama, tetangga, organisasi
rekreasional, masyarakat,
dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar