Jumat, 16 Juli 2021

PANDEMI DAN PROVOKASI YANG MEMBAHAYAKAN

Dalam situasi pandemi seperti ini, kita perlu menyeimbangkan dua hajat besar masyarakat: ekonomi & kesehatan. Jangan sampai timpang karena kita sama-sama pernah merasakan bagaimana beratnya kehidupan ketika ekonomi runtuh. Kita juga pernah melihat bagaimana ngerinya saat pasien merintih menahan sakit di selasar IGD karena tidak mendapatkan ruang perawatan karena ruang perawatan sudah penuh oleh pasien lain yg datang lbh dulu. Juga bagaimana paniknya teman-teman kita yang kebingungan mencari tabung oksigen untuk merawat keluarganya.. 

Maka itu pihak medis menawarkan solusi berupa protokol kesehatan/prokes (pakai masker, jaga jarak, jaga kebersihan, termasuk juga jaga pikiran & jaga nutrisi), serta herd immunity (kekebalan kelompok/masyarakat) melalui vaksin..

Sayangnya, sebagian orang bertindak ngawur & sok pintar di luar ketentuan ilmu kedokteran & ilmu kesehatan masyarakat. Mereka mengatakan bahwa kita tidak perlu vaksin & prokes karena menganggap covid sama sekali tidak berbahaya. Mereka dengan enteng mengatakan itu tanpa memberi tahu fakta bahwa tanpa penyakit bawaan pun covid bisa mematikan, mereka juga tidak pernah memberi tahu bahwa 30% WNI punya gangguan diabetes & 30 juta WNI punya masalah hipertensi yg bisa menjadi akut/ganas ketika seseorang terkena covid. Orang seperti ini juga cukup egois karena menganggap dirinya kebal tanpa pernah peduli bahwa dia bisa saja menularkan virus kepada orang lain yg daya tahan tubuhnya lemah. Mereka tak pernah peduli tapi gaya bicaranya selalu bak pahlawan bagi rakyat. Sayangnya ketika rakyat sakit & kebingungan mencari ruang perawatan dan tabung oksigen, mereka tak pernah datang menunjukkan kepedulian membantu warga. Wajar saja, karena mereka sebenarnya tak pernah peduli.. 

Di antara kita pasti tidak ada yang ingin PSBB, PPKM, PKP, Lockdown, dan Karantina (atau apapun namanya itu) berlanjut & berlarut-larut. Bahkan aku yakin pemerintah & dinas kesehatan juga tak ingin ada PSBB, PPKM, PKP, Lockdown, Karantina, dll. Sayangnya kita sudah mencapai kondisi yg seperti ini: "Pasien terlantar karena RS penuh & tabung oksigen langka sehingga pelayanan kesehatan tidak bisa optimal. Pasti getir sekali bagi keluarga pasien ketika melihat orang yg disayangi tergolek rapuh tanpa ada bantuan/pertolongan medis yg layak". 
Karena itu mari disiplinkan diri pribadi untuk taat prokes agar sebaran virus ini tak terjadi secara brutal yg menyebabkan pasien RS membludak tak tertangani. Saat sebaran virus bisa ditekan maka PPKM, PSBB, PKP, Lockdown & Karantina semoga bisa segera diakhiri.. 

Semoga semua selalu sehat & berbahagia..

Kamis, 01 Juli 2021

SILSILAH AKSARA JAWA

AKSARA JAWA 

Banyak orang keturunan Jawa yang tidak tau keberadaan Aksara Jawa, bahkan ada yg menganggapnya sebagai "Aksara Hindu". Padahal aksara Jawa ini lahir di Jawa walaupun Aksara Jawa adalah "keturunan" dari aksara Pallawa. Banyak yg menganggap bahwa Aksara Jawa adalah sama dgn Aksara Thai & Kamboja, padahal berbeda. Saya dapat membaca & menulis Aksara Jawa Baru (Carakan) dan Aksara Jawa Kuno (Kawi) tapi saya sama sekali tidak dapat membaca aksara Thai & Kamboja.. 

SEJARAH 
1. Aksara Jawa Kuno (Kawi) 
 
Akasara Jawa muncul dimulai dari Aksara Jawa Kuno (Kawi) yang mana ia adalah penyesuaian & perubahan dari Aksara Pallawa (India), boleh dikata Aksara Jawa Kuno (Kawi) adalah "anak" dari Aksara Pallawa. Ada perubahan bentuk yg cukup signifikan sehingga dalam unicode pun dikenali sebagai aksara yg berbeda. Aksara Jawa Kuno (Kawi) ini menyebar ke penjuru Nusantara dan diadaptasi menjadi aksara-aksara lain seperti Aksara Lontara, Aksara Lampung, Aksara Sunda, Aksara Bali, dan (tentu saja) Aksara Jawa Baru, dll. Semua itu adalah "anak" dari Aksara Jawa Kuno (Kawi). Aksara Kawi ini digunakan di era Kerajaan Medang (Mataram Kuno), Majapahit, dll.. 

2. Aksara Jawa Baru (Carakan) 
 
Aksara Carakan ini anak dari Aksara Kawi, muncul di era akhir Majapahit atau awal masa Demak. Digunakan di Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram Islam, Yogyakarta, Surakarta, dan Republik Indonesia (masyarakat Jawa di Indonesia). Bahkan pada masa penjajahan Belanda, Aksara Carakan juga digunakan secara resmi oleh pemerintah penjajahan Belanda untuk menulis Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dll untuk membuat pengumuman kepada warga masyarakat. Aksara Jawa Baru ini juga "dipinjam" oleh Suku Sunda dan Suku Madura untuk menuliskan bahasa mereka di masa lalu bahkan sampai era/masa modern.. 

Lalu apakah Aksara Jawa dan Aksara Pallawa adalah Aksara Hindu? 
Pertanyaan tersebut sama sekali tidak tepat. Kalau Aksara Pallawa disebut Aksara Hindu, maka Aksara Latin/Rumi akan disebut sebagai aksara Kristen? Atau Aksara Arab disebut sebagai Aksara Islam? Tentu saja bukan seperti itu, aksara adalah "gambar yang dapat dibunyikan/disuarakan" yang berfungsi sebagai alat komunikasi oleh suatu peradaban masyarakat. Dan dalam suatu peradaban tidak selalu mewakili suatu agama. Sebagai contoh: Malaysia & Indonesia mayoritas adalah muslim, tetapi dalam tata tulis mengamalkan Aksara Latin/Rumi. Bangladesh mayoritas Muslim, tapi juga mengamalkan Aksara Dewanagari dalam sistem tata tulis mereka.. 

#AksaraJawa #Carakan #Kawi

Sabtu, 12 Juni 2021

Mengenal Aksara Jawa Baru (Kaganga) Sebelum Penyederhanaan Menjadi Carakan (Hanacaraka)

Kita pada umumnya mengenal Aksara Jawa Baru hanya sebagai Carakan yang terdiri dari 20 aksara nglegena yaitu: 
Ha Na Ca Ra Ka 
Da Ta Sa Wa La 
Pa Dha Ja Ya ร‘a (ร‘a dibaca Nya). 
Ma Ga Ba Tha แน„a (แน„a dibaca Nga). 

 


Tetapi sebelum itu Aksara Jawa Baru ternyata lebih komplit seperti halnya Aksara Jawa Kuno (Kawi) dan Pallawa yang disusun oleh Resi Panini. 

Berikut saya sertakan tabel karya dari pegiat Aksara Jawa Heri Purwanto yang telah menyusun tabel aksara berdasarkan warga swara seperti yang diklasifikasikan oleh Resi Panini: 


Semoga bermanfaat. 

Rahayu.. ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™